Biografi Taufik Hidayat Pemain Bulu Tangkis
Biografi Taufik Hidayat Pemain Bulu Tangkis - Salah satu pemain bulu tangkis andalan Indonesia, Taufik Hidayat merupakan sosok idola di Indonesia. Walaupun kini sudah pensiun, namun nama Taufik Hidayat tetap dikenal oleh masyarakat dan juga dunia. Jasanya yang menyumbangkan prestasi di bidang bulu tangkis, termasuk juara Indonesian Open, Sea Games, Singapore Open, Canada Open, dan juga Olimpiade.
Kehidupan pribadi
Taufik Hidayat lahir di Bandung, Jawa Barat, 10 Agustus 1981. Ia merupakan Putra pasangan Aris Haris dan Enok Dartilah. Bernama panggilam OPik,ia sudah kenal bulu tangkis sejak usia belia. Dunia bulutangkis bukan jadi sesuatu yang baru bagi Taufik. Ayahnya, Aris, kerap mengajak Opik kecil bermain bulu tangkis di GOR Pamor, Pangalengan sejak ia berusia 7 tahun. Dan dari situlah juara Indonesia Open enam kali ini mulai tertarik dengan olahraga raket. Ayahnya kemudian memasukan Opik ke klub badminton SGS pimpinan Lutfi Hamid yang berada di Bandung, disana ia dibimbing oleh Lie Sumirat.
Latihan yang dijalani Opik kecil harus memaksanya bolak-balik Pengalengan-Bandung. Rutinitas tersebut pun seringkali mengganggu sekolahnya. Untuk menjalani latihan yang semakin keras, sejak masuk SMP Taufik kemudian hijrah ke Bandung. Atlet dan sekaligus bapak dari Natarina Alika Hidayat dan Nayutama Prawira Hidayat itu mendapat kelonggaran untuk meraih prestasi bulu tangkisnya semasa SMA. Ia diperbolehkan mengikuti ujian akhir SMA susulan di ruang perpustakaan sendirian.
Taufik semakin menunjukkan bakatnya di dunia bulutangkis setelah lulus SMA. Hal itulah yang pada akhirnya membawa dia berhasil masuk Pelatnas Cipayung.
Ia menikahi Ami Gumelar, putri Agum Gumelar dan Linda Amalia Sari. Mereka telah dikaruniai seorang putri pada tanggal 3 Agustus 2007, yang kemudian diberi nama Natarina Alika Hidayat. Kelahiran putrinya ini tepat beberapa hari sebelum ia berangkat ke Kuala Lumpur, Malaysia untuk mengikuti Kejuaraan Dunia. Kemudian mereka telah dikaruniai seorang putra pada tanggal 11 Juni 2010, yang kemudian diberi nama Nayutama Prawira Hidayat.
Karir Bulu Tangkis
Saat umur 13 tahun Taufik Hidayat mulai meraih gelar juara untuk pertama kalinya, yakni di kejuaraan Aqua Master. Di tahun 1996 dia menjadi yang terbaik pada Kejuaraan Piala Suryanaga di Surabaya. Lalu di bulan November, dia direkrut masuk Pelatnas Cipayung dan ditangani oleh pelatih Mulyo Handoyono. Tahun-tahun pertama di Cipayung, dia merasa tidak nyaman karena sering diplonco seniornya. Cara penanganan Mulyo terhadap Taufik begitu tepat karena di tengah lapangan Mulyo adalah pelatih dan di luar dia bisa bertindak seperti orangtua sekaligus sahabat karib. Gelar pertama yang diraih sesudah masuk Pelatnas adalah Kampiun di Kejuaraan Asia Junior tahun 1997, dia juga memenangkan turnamen Jerman Terbuka Junior. Taufik sukses memetik gelar pertamanya di kancah seri Grand Prix IBF setelah menjuarai turnamen Brunei Darussalam Terbuka. Di tahun 1999 dia memenangi gelar Indonesia Terbuka. Di tahun 2002, gelar Taiwan Terbuka, Asian Games XIV, dan Indonesia Terbuka berhasil diraih.
Di tahun 2000, pencapaian yang diukirnya makin banyak yaitu memenangkan Indonesia Terbuka, Malaysia Terbuka, dan Kejuaraan Asia JVC. Kisah sukses berlanjut di tahun 2002, sukses itu pun terasa manis karena karena setelah memenangi Kejuaraan Indonesia Terbuka, selang bulan Taufik langsung meraih emas Asian Games XIV. Turnamen Indonesia Terbuka ternyata memiliki daya tarik tersendiri untuknya karena dia memilki ambisi besar untuk mengejar rekor Ardy B. Wiranata yang telah enam kali menjadi juara.
Tahun 2000 merupakan debut Taufik dalam Kejuaraan Piala Thomas, dia merupakan pemain paling muda yang berusia 19 tahun. Taufik menampilkan permainan yang begitu cemerlang dan sempurna, sehingga mengundang decak kagum. Meskipun menjadi penentu kemenangan, Taufik tidak mau di sebut sebagai pahlawan karena menurutnya kemenangan ini diraih karena kekompakan dan kebersamaan seluruh pemain, pelatih, dan ofisial.
Taufik juga tidak luput dari cerita pahit karena kalah dan tersingkir merupakan kosa kata yang akrab dalam dirinya. Dalam usia 17 tahun, dia sukses masuk final turnamen bergengsi All England. Meskipun gagal meraih juara, penampilan Taufik yang dingin, tenang, dan nyaris tanpa ekspresi mengundang decak kagum. Dia pemain termuda sepanjang sejarah 100 tahun penyelenggaraan All England yang mampu bertanding di partai puncak. Dua kali taufik masuk final namun tetap mengalami kegagalan meraih gelar All England, dia sangat menyesali kegagalan ini akibat dari mentalnya belum stabil dan tegang menjalani tugas yang sedemikian berat. Dari kegagalan itu dia bertekat harus belajar membenahi mentalnya. Taufik yang ketika itu sebagai pemain yang menduduki peringkat pertama IBF yang diharapkan berjaya justru main buruk, sehingga harus mengalami kegagalan di Olimpiade Sydney 2000.
Pada Kejuaraan Dunia 2001 di Spanyol, Taufik mengalami ciderahamstring paha kanan yang mengakibatkan dia terpaksa untuk tidak meneruskan pertandingan dan memberikan kemenangan bagi lawannya. Dia keluar lapangan dengan air matanya yang terus berderai karena gagal menjadi juara, padahal dia ingin mempersembahkan kemenangan tersebut kepada sang pelatih, Mulyo Handoyo yang kontraknya akan habis.
Dikalangan bulutangkis nasional, Taufik memang terkenal kritis, berani, dan lantang bicara apa adanya, bahkan cenderung emosional. Ketua Umum PB PBSI, Subagyo Hadisiswoyo pernah dikritik di muka umum oleh Taufik, pernyataan Taufik tersebut membuatnya di jatuhi skorsing, sehingga tidak dikirim ke pertandingan Korea Terbuka dan Final Grand Prix di Brunei Darussalam 2001 oleh PBSI. Mengenai kasus tersebut, dia menyatakan kepada pers akan intropeksi diri dan tidak akan surut untuk megkritik hal-hal yang salah di pelatnas.
Taufik memutuskan untuk mengundurkan diri dari Pelatnas Cipayung pada bulan Oktober 2001, sebulan berikutnya Taufik memutuskan untuk memperkuat Singapura. Taufik kembali ke pelatnas atas kesepakatan dengan pihak PBSI di Jakarta, Senin 11 Maret 2002 untuk persiapan ke Piala Thomas dan diikutkan dalam pertandingan Korea Terbuka dan Jepang Terbuka.
Prestasi
- 1998: Juara Brunei Open
- 1999: Juara Indonesia Open, Juara SEA Games
- 2000: Juara Indonesia Open, Juara Malaysia Open, Juara Kejuaraan Asia
- 2001: Juara Singapore Open
- 2002: Juara Sanyo-BNI Maybank Indonesia Open, Juara Taiwan Open, Juara Asian Games
- 2003: Juara Sanyo-BNI Maybank Indonesia Open
- 2004: Juara Indonesia Open, Juara Kejuaraan Asia, Juara Olimpiade
- 2005: Juara Singapore Open, Juara Kejuaraan Dunia
- 2006: Juara Indonesia Open, Juara Asian Games
- 2007: Juara Kejuaraan Asia, Juara SEA Games
- 2008: Juara Macau Open
- 2009: Juara US Open, Juara India Open
- 2010: Juara Canada Open, Juara Indonesia GP Gold, Juara French Open SS
- 2011: Semifinalis VICTOR- BWF Superseries Finals, Runner Up PROTON MALAYSIA OPEN SUPER SERIES, Semifinalis Victor Korea Open Super Series Premier, Semifinalis Yonex & Sunrise India Open Superseries, Perempat final Indonesia Open Superseries Premier 2011, perempat final 2011 Yonex OCBC US Open Grand Prix Gold, Runner - up 2011 Yonex Canada Open, Semi final Bankaltim Indonesia Open GP Gold 2011, Juara India Open Grand Prix Gold 2011
- 2012: Semifinal Maybank Malaysia Open Presented by PROTON, Perempat final YONEX All England Open Badminton Championships 2012, Semi final Swiss Open 2012, Perempat final 2012 Yonex Australian Open GP Gold, Perempat final Yonex Sunrise India Open 2012, Perempat final YONEX Open Japan 2012
Pensiun
Taufik Hidayat pensiun dari cabang olahraga bulu tangkis yang diumumkan saat berlangsungnya final Indonesia Open 2013 di Istora Senayan, Jakarta, Minggu 16 Juli 2013.
Tercatat selama 25 tahun menekuni karier sebagai pebulutangkis profesional, mantan peringkat pertama dunia itu sudah meraih 27 gelar juara. Sementara puncak prestasi pria 31 tahun itu terjadi saat meraih medali emas Olimpiade Athena, Yunani, pada 2004. Selama periode itu dia dilatih oleh pelatih Mulyo Handoyo.
Sebagai bentuk penghargaan kepada Taufik Hidayat, Ketua Umum PP PBSI Gita Wirjawan memberikan piagam kepada pria kelahiran Bandung itu.
Taufik Hidayat juga terlihat memberikan raket kepada salah satu pebulutangkis junior Indonesia sembari berharap dia bisa meneruskan prestasi yang pernah dibuat legenda hidup bulu tangkis tanah air itu.
Di Indonesia Open 2013, Taufik Hidayat gagal melangkah ke babak kedua, setelah menyerah di tangan pebulutangkis India, Sai Praneeth 21-15, 12-21, 17-2.
Demikian biografi Taufik Hidayat yang kini setelah pensiun mendirikan pusat pelatihan bulutangkis untuk menampung orang-orang yang mempunyai bakat dalam Taufik Hidayat Arena (THA).